CHAPTER 06: PEMBONGKARAN GELEBAH.

HARI INI ATMOSFER tebal sisa kerusuhan masih terasa. Sangkara melapor ke kantor Suarga pagi ini. Olehnya disampaikan bahwa mereka akhirnya menemukan kawan yang juga bekerja di Suarga. Hanya saja, yang mereka temukan hanyalah tinggal jasad. Sudah tak bernyawa. Pemakaman pun diadakan. Karena mereka harus membawa kawan-kawan pulang, pemakaman juga dilaksanakan secara cepat. Setelahnya, mereka berkemas dan segera pulang ke Mortey. Hari itu terasa sedikit berat dan sukar, tetapi semuanya harus kembali ke tempat masing-masing. Masih ada pekerjaan yang harus dilakukan. 
Sebelum berpulangnya mereka ke Mortey saat sedang berkemas, Sabita terlihat sedikit merengut. Di tangannya tergenggam sebuah peta yang ia temukan bersama Latief sebelumnya. Ia memperhatikan peta tersebut dengan seksama, tampak memikirkan sesuatu sebelum menandai petanya di satu tempat. Ia menghela napas lalu melangkah menuju tempat dua orang lelaki yang berdiri mengobservasi. "Soe," panggilnya. Salah satu lelaki itu menoleh. Sabita mendekat, menunujukkan peta tersebut dan daerah yang telah ditandainya kepada Soe yang mengernyit. Harun di sampingnya hanya diam memperhatikan. 

"Daerah itu?" Tanya Soe. Jarinya menelusuri peta ke titik yang ditandai, "Siapa aja yang sekiranya udah lewat kawasan ini?"

"Ah," Sabita mengingat-ingat, "cuma aku, Latief, dan Saraiah waktu itu. Kami mencari Saraiah." 

Soe mengangkat alisnya sebelum mengernyit lagi. Ia berdecak lalu mendongak untuk menatap Harun, yang mengerti kalau Soe khawatir. Harun menggeleng lalu mendekat kepada Soe. 

"Dia nggak mungkin tahu tentang para imun," gumamnya dengan sangat samar sembari lewat, hanya cukup untuk berada di jangkauan pendengaran Soe, tidak dengan Sabita. 

Soe mengangguk. Ia menangkap maksud Harun bahwasanya Sabita tak mungkin tahu tentang anggota imun di perusahaan Suarga. Tetapi …. 

Soe menjawab, "Justru lu yang mungkin tahu."




Kembali Soe berjalan dengan sedikit terburu-buru hingga akhirnya pemuda itu mendengar suara ringisan seorany perempuan. Hal tersebut membuatnya langsung menghentikan langkah dan menoleh ke arah sekitar. Lalu, tak lama kemudian muncul Selena yang tak jauh terlihat dari pandangannya. "Lu kenapa?" Tanya Soe. 

Selena langsung menggelengkan kepalanya, lalu menghampiri Soe, "Tidak apa, hanya terbentur sedikit tidak membuatku lupa ingatan. Omong-omong, kau mau kemana?"

Soe terdiam sebentar. Meskipun ia dan Selena satu divisi, sepertinya hal seperti ini tidak harus Selena ketahui. Untuk jawaban, Soe juga menggelengkan kepala, "Cari angin segar. Ck, gua mau kemana pun apa urusannya dengan lu? Nggak perlu tahu."

Gadis itu mendelik setelah mendengar jawaban Soe, "Aku tidak berniat ingin tahu, tuh! Hanya bertanya saja. Tujuan awalku mencari Said, kau ada melihat Said, tidak? Terakhir ia bilang padaku ingin ke ruangan Mr. Travis, sih. Hanya saja, siapa tahu kau melihatnya di tempat lain."

Mendengar jawaban Selena membuat Soe terdiam lalu bertanya, "Ke ruangan Mr. Travis? Untuk apa dia ke sana?"

"Untuk mencari dokumen penting. Tapi aku tidak tahu dokumen apa, Said berkata bahwa ini sebuah misi rahasia." Selena menjawabnya dengan penuh lapang dada.

"Terus kenapa lu nyeritain itu ke gua, Sel?" Tanya Soe yang merasa aneh pada sikap terbuka Selena.

"Tidak apa-apa, kan kita bertiga satu divisi," sahut Selena dengan nada santai. Soe langsung menepuk dahinya, merasa bahwa ia harus pergi dari sana dan segera menuju ruangan Mr. Travis. 

"Ah sudahlah, aku ingin mencari Said lebih dulu," Selena membalikan tubuhnya dan pergi meninggalkan Soe. 

Soe menunggu Selena hilang dari pandangannya, setelah itu ia bergegas pergi dengan arah yang berbeda dari Selena, menuju ke ruangan pribadi seorang Said Aghar. Sebelum takut jika harus bertemu Selena lagi yang banyak tanya, namun juga lebih takut lagi jika ternyata Said sudah berada di ruangan Mr. Travis lebih dulu.




Tepat saat Soerja menginjakkan kaki di kantor Travis, sosok Said rupanya sudah di sana dan sedang memandangi dokumen incaran Soerja sedari tadi yang terlihat jelas di hadapannya. Selena yang sejak awal sampai lebih dulu di sana, justru ikut memerhatikan Said dengan pandangan penuh selidik, ia tahu ada sesuatu yang Said sembunyikan dari mereka.

Dengan sikapnya yang berusaha profesional. "Biar gua yang bawa dokumen ini. Ada hal penting yang perlu gua lihat," ucap Soerja sembari mendekat dan segera meraih dokumen itu, mendahului Said yang tadinya juga sudah mengulurkan tangan. 

Awalnya Said ingin merebut kembali dokumen tersebut, namun keberadaan Selena membuatnya menahan diri lantaran tak ingin dicurigai kemudian diawasi lebih ketat lagi. Soerja menyadari sekarang bahwa dokumen yang Said butuhkan sudah berada pada Soerja, Said langsung menahan lengan Soerja, "Saya lebih butuh dokumennya, Soe. Berikan itu pada saya," Said berkata tanpa ragu-ragu, matanya sama sekali tak beralih dari Soerja. 

Meski sempat mengalami kebimbangan, sorot penuh kesungguhan yang genting dari Said berhasil meyakinkan Soerja. Terlebih, Soerja sebenarnya tidak dalam situasi di mana ia terdesak untuk memiliki dokumen itu. Maka pada akhirnya, Soerja memilih untuk mengalah sambil memberikan dokumen pada Said dengan helaan napasnya. "Yaudah, lu aja yang pegang," ujarnya pasrah sambil berbalik untuk beranjak pergi dari ruangan.

"Sebenarnya rencana apa yang sedang kamu jalankan, Said?" Sebelum tungkai jenjang milik Soerja melangkah, ia terhenti sejenak saat mendengar pertanyaan dari Selena pada Said. Ia kemudian melirik padanya, lantas dapat Soerja lihat bahwa sang empu kini malah terdiam, enggan berikan jawaban pada Selena yang ada di hadapannya, kendati gadis itu memberi ancaman untuk mempertaruhkan nyawanya sendiri.

Said dan Soerja hanya membiarkan Selena tanpa setitik niat pun untuk menghentikannya. Sebaliknya, kini Soerja malah langsung pergi bergegas dari sana menuju ruangan kerja milik Saraiah. Tangannya mengepal kuat, deru nafasnya yang sedari tadi tertahan pun memompa cepat. Kini, ia sangat yakin bahwa Saraiah adalah pelaku yang sesungguhnya di balik kejadian pencurian di museum.

Dengan seluruh pacuan emosi yang menguar kuat dalam dirinya, Soerja membanting kasar pintu ruangan itu. Tanpa mendengar satu kalimat pun dari sang gadis, Soerja langsung membunuh Saraiah tanpa ampun di ruang kerjanya sendiri.





BERSAMBUNG.

Komentar

  1. Hikss.... SARAIAH... 😭😭😭😭😭

    BalasHapus
  2. SOE JAHAT BANGET!!!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer